Viral di media sosial pernyataaan salah satu oknum pengurus PCNU Demak dalam sebuah acara pertemuan yang menyebut bahwa, Ormas Perjuangan Walisongo Indonesia bukan bagian dari banom organisasi Nahdlatul Ulama.
Selain menyebut Perjuangan Walisongo Indonesia - Laskar
Sabillilah (PWI-LS) bukan bagian dari banom Nahdlatul Ulama, oknum pengurus
tersebut juga mengatakan bahwa pengurus NU yang bergabung dengan PWI-LS akan di
evaluasi, sebab tidak sejalan dengan NU dan gaduh.
Oknum pengurus PCNU Demak tersebut juga menyinggung soal Nusantara
dan ulama Nusantara yang di asumsikan dari manapun dia asalnya, jika di Nusantara
yha ulama Nusantara.
Pernyataan dalam video yang viral di media sosial tersebut
tak urung menuai banyak kritik dari para petinggi dan anggota Perjuangan Walisongo
Indonesia, yang selama ini focus pada penentangan perusakan sejarah, pemalsuan
makam dan penyesatan narasi narasi halu saat ceramah yang di lakukan oleh para oknum
habib klan ba’alwi.
Ketua Perjuangan Walisongo Indonesia Kota Surakarta RT Sudrajat
Dwijodipuro menegaskan, jika organisasi Perjuangan Walisongo Indonesia memang
bukan badan otonom NU dan selama ini pihaknya
tidak pernah mengklaim bagian dari banom
atau lembaga NU.
Akan tetapi secara AD
ART, perkumpulan PWI -LS memiliki pondasi
yang sama karena berkiblat pada Ahlusunah Waljamaah An Nahdliyah. Apalagi pendiri PWI-LS adalah cucu panglima 10
Nopember yang tak lain adalah salah satu tokoh NU. Begitu juga para pengurus di semua tingkatkan,
notabene mereka adalah para pengurus NU yang memiliki semangat menjaga marwah NU.
Ketidak fahaman oknum pengurus NU Demak menyikapi polemik nashab,
perusakan sejarah dan pemalsuan makam makam justru akan menjadi bumerang bagi dirinya dan
para pengurus yang lain. Karena menutup mata dan telinga, sehingga tidak bisa
melihat secara jernih dampak dari perilaku para oknum habib klan ba’alwi yang
jelas jelas merusak sejarah dan memalsukan makam makam.
‘Kita harus sadar, bahwa pembelokan sejarah yang di lakukan
oleh para oknum habib ba’alwi tidak hanya merusak sejarah itu sendiri, akan
tetapi juga berdampak sangat besar pada nilai nilai national bulding generasi
muda di masa yang akan datang’ Tegas Sudrajat dalam keteranganya
Narasi sejarah palsu yang di bangun oleh para habib klan ba’alwi
akan membuat anak bangsa lupa pada leluhurnya. Mereka akan kehilangan jatidiri
dan karakter kebangsaaanya sehingga mudah terseret arus budaya asing.
Kita tanpa sadar di jajah sejarahnya, kebudayaanya, tradisi,
dan kearifan lokalnya.
Jika hal tersebut tidak kita sadari bersama, maka generasi
yang akan datang di pastikan akan menjadi robot yang mudah di remote dan di control
oleh para kaum penjajah.
Bangsa asing menjajah Indonesia tidak dengan senjata, melainkan menjajah maindset agar terbius doktrin sesat mengatasnamakan
kesucian agama.
Peristiwa pembubaran FPI, HTI dan ormas ormas radikal pimpinan
para oknum habib klan ba’alwi yang selama ini membuat gaduh negara seharusnya
menyadarkan kita sebagai anak bangsa dari tidur lelap Panjang, bahwa kondisi bangsa
saat ini sedang tidak baik baik saja.
Berada di bawah bayang bayang penjajahan spiritual oleh para
habib klan ba’alwi.
Sudah terlalu lama kita berprasangka baik terhadap mereka, sampai akhirnya di bangunkan dari nina bobo melalui
tesis ilmiah kajian pustaka KH Imaddudin tentang tidak terkonfirmasinya nashab para
habib klan ba’alwi sebagai zuriyah nabi.
Kajian Pustaka tersebut di dukung juga kajian ilmu DNA oleh
para ahli DNA yang menyatakan tidak tersambungnya nashab habib klan ba’alwi sebagai
dzuriyah Nabi.
Pemalsuan makam, pembelokan sejarah kemerdekaan, perusakan
sejarah leluhur Nusantara, cerita halu dan penghasutan penghasutan untuk
menentang pemerintah yang sah, ide mendirikan negara khilafah dan segudang
persoalan lain ulah oknum habib klan baalwi yang selama ini dianggap cucu nabi, tentu
harus di sikapi dengan serius, bukan malah di dukung dan terus berprasangkan
baik terhadap mereka.
Karena budaya prasangka baik bangsa ini ternyata di pakai
untuk mendoktrin dan menjajah masyarakat. Budaya masyarakat kita yang kerap menganggap tinggi derajat etnis arab
akhirnya menjadi boomerang. Padahal derajat seseorang di hadapan Allah SWT di
tentukan dari ketaqwaan dan amal kebaikanya.
Sudrajat menegaskan, salah satu tugas misi dan visi PWI-LS adalah menjaga marwah para kyai dan ulama Nusantara, sedangkan perilaku para oknum habib klan ba’alwi sejauh ini tidak mencerminkan adab seorang ulama.
Apalagi ia berani mengaku sebagai cucu nabi meski secara ilmiah tidak
terkonfirmasi kebenaranya. Belum lagi perilaku buruk lainya yang kerap membuat masyarakat
resah.
Jangan bandingkan habib keturunan yaman dengan Walisongo
penyebar Islam di Nusantara. Walisongo
meski berasal dari luar namun membangun peradaban Islam di Nusantara dengan
menjunjung tinggi nilai nilai kearifan lokal dan membaur menjadi warga pribumi.
Sehingga mampu menjadikan Islam sebagai agama mayoritas di Nusantara, bukan
jasa para habib klan ba’alwi yang selama ini mereka gembor gemborkan.
Jasa besar Walisongo di Nusantara tidak bisa di bandingkan
dengan jasa para habib yaman yang di datangkan oleh Belanda ke Indonesia,untuk
membantu melemahkan perjuangan para kyai kyai pribumi dalam menentang
penjajahan.
Sementara itu terkait dengan Nusantara, Sudrajat tegaskan
bahwa Nusantara adalah gugusan kepulauan yang membentang dari Sabang sampai
Merauke terbingkai menjadi satu Bhinneka Tunggal Ika, itulah Nusantara.
Sedangkan Nusantara dalam konsep modern adalah NKRI yang
saat ini harus kita jaga keutuhanya, tegasnya
Salah satu tugas Perjuangan Walisongo Indonesia adalah menjaga
marwah kyai dan ulama Nusantara. Karena dalam pandangan PWI-LS, para habib klan
ba’alwi kerap memandang rendah marwah kyai kyai pribumi. Mereka membangun
narasi satu habib bodoh lebih mulia dari tujuh puluh kyai alim.
Paradigma sesat tersebut harus di tangkal agar narasi
kebohongan yang di lakukan oknum habib klan ba’alwi tidak menyesatkan maindset
masyarakat.
Oknum pengurus NU Demak yang menyebut para pengurus NU
yang masuk menjadi anggota PWI-LS akan dievaluasi adalah pernyataan sesat di
lakukan tanpa dasar, apalagi menganggap gaduh. Justru orang itu yang tidak bisa
membaca aturan organisasi NU yang selama ini menjadi pijakan dalam menjalankan
visi organisasi.
Tidak bisa melihat secara jernih kondisi bangsa di
tengah ancaman geopolitik dunia yang
dapat memecah belah bangsa dan negara Indonesia.
Ketua PWI-LS Solo menilai, justru keberadaan para oknum habib klan
ba’alwi itulah yang membuat gaduh, bahkan cenderung mengadu domba. Mereka memanfaatkan
kecintaan muhibin untuk melakukan pembelaan bagi dirinya.
Padahal para muhibin tersebut adalah warga pribumi yang tak
lain saudara sebangsa dan setanah air. Jika hal tersebut dipahami, maka kitalah
yang di adu domba oleh para oknum habib klan ba’alwi.
Oleh karena itu, Ketua PWI-LS Kota Surakarta mewaspadai
adanya politik devide et impera atau politik adu domba yang di lakukan oleh
para imigran Yaman. Sebab mereka memiliki sejarah sekutu Belanda yang
menerapkan politik adu domba saat menjajah bumi Nusantara.
Ketua PWI-LS Solo menyarankan kepada mereka yang tidak memahami persoalan nashab lebih baik diam saja, jangan malah membuat gaduh karena asumsi tanpa dasar, data dan ilmiah.
Senada dengan Ketua Perjuangan Walisongo Indonesia Kota
Surakarta, Ketua PWI-LS Jawa Tengah, KH. Mubarok, lewat akun youtube pribadinya juga mengkritik pedas pernyataan
oknum pengurus PCNU Kabupaten Demak yang menyebut bahwa kepesertaan pengurus NU
di PWI- LS akan di evaluasi.
Pernyataan tersebut dinilai contoh ketidak mampuan pengurus membaca aturan AD ART organisasi Nahdlatul Ulama. Bahwa yang tidak di perbolehkan adalah pengurus NU yang merangkap jabatan di organisasi politik
Semangat dan nilai perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dalam
mendirikan NU hendaknya terus di pegang teguh. Jangan sampai nilai dan semangat
tersebut bergeser dari ruh dan khitah Nahdlatul Ulama sebagai garda penjaga
keutuhan bangsa, baik oleh serangan dari dalam maupun dari luar.