Ketua PWI LS Kota Surakarta Mengapresiasi Kirab Ageng Petilasan Keraton Pajang Malam 1 Sura

Ketua PWI-LS Kota Solo di dampingi Sekretaris saat menerima undangan dari panitia grebeg 1 sura petilasan Keraton Pajang


BUDAYA-Ketua Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabililah Kota Surakarta, Sudrajat Kentas Pribadi, mengapresiasi acara budaya Ganti Songsong dan Kirab Ageng Petilasan Keraton Pajang oleh panitia grebeb Sura 1 Muharam 2025 yang akan di selenggarakan bertepatan pada malam 1 Sura.

 

Pegelaran budaya yang di balut dengan kirab ageng tersebut kata Ketua PWI-LS Kota Surakarta, adalah upaya untuk mengenang dan mengingat kembali kejayaan Kesultanan Pajang di masa silam.

 

Selain itu juga menjadi bagian dari kegiatan masyarakat dalam membangun kebersamaan dan rasa kegotong royongan melalui budaya kearifan local.

 

Kegiatan tersebut kata Sudrajat Kentas Pribadi secara tidak langsung akan mengingatkan masyarakat pentingnya sejarah bangsa, agar tidak di rusak dan di belokan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab.

 

Komunitas budaya dan sejarah di petilasan Pajang di harapkan oleh Ketua PWI LS Kota Surakarta, agar berpatokan pada data dan kajian sejarah yang ada. Sehingga memiliki referensi kuat dalam membangun dan menjaga pelestarian di keraton pajang.

 

Begitu juga saat menggelar acara pengajian, seyogyanya mendatangkan saja para kyai yang benar benar memiliki kedalaman ilmu agama. Bukan sekedar berceramah mengedepankan cerita khurafat tidak masuk akal dan khayalan.

 

Masyarakat dan komunitas pelestari budaya seyogyanya mengenal sejarah dari sumber referensi yang jelas, bukan dari dongeng dan karangan yang ujung ujungan hanya akan merusak nilai sejarah itu sendiri.

 

Banyaknya pembelokan sejarah, pencangkokan leluhur bangsa asing ke leluhur Nusantara dan maraknya makam makam palsu, tentu harus kita waspadai bersama. Bahwa budaya dan sejarah bangsa saat ini sedang tidak baik baik saja.

 

Bangsa pendatang menetap sekian lama di Nusantara tetapi ingin menjadi bangsa pribumi dengan  mencangkok nasab dan garis keturunan. Cara cara tersebut adalah model penjajahan gaya baru yang akan merusak dan memutus ingatan generasi muda kepada para leluhurnya, agar mereka hilang ingatan dan mudah di kendalikan.

 

Sejarah adalah jati diri, sejarah adalah karakter bangsa. Sebab dari sejarah itulah karakter masyarakat dalam sebuah bangsa terbentuk, serta memiliki keluhuran dalam kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ’ Tukasnya. / Rd

 

  

 

Lebih baru Lebih lama